Postingan

Menampilkan postingan dari 2013

BUNGA YANG TERPETIK

tetes peluh, tetes darah sematkan janji pada langkah tertancap jauh sesalkan cara air mata yang teralir hadirkan mimpi yang kelam janji yang terucap tak mampu tenangkan lara pun ciptakan damai nanti, ketika regam jari tak lagi kosong lihatlah hadir ku bergerombong sunggingkan senyum nyalakan lorong lorong

MEMINANG ESOK

apa yang lebih indah ketika dua hati telah sepakat merencanakan esok mengais tiap nikmat dalam halal yang elok namun hati, kian terusik menunggu esok yang terasa jauh kini, tiap detik memaksa hati agar tetap kukuh sabar menanti agar indah

BUNGA LURUH

satu persatu bunga itu luruh meradu di persada tinggalkan jejak bahwa harum ingatkan diri tuk bersimpuh pada sang Kuasa meski sedikit gundah ikhlas hati harus tetap terkuntum demi mengantar langkah para bunga beranjak senyum

SELAMAT JALAN, BANG !

ia telah pergi, meninggalkan kami yang masih merindukan rimbunnya meninggalkan bidadari-bidadari yang dulu selalu ia payungi menyisakan cerita-cerita indah, tentang pribadinya pun kekurangannya ia telah kembali, tersenyum indah di penghujung jalannya menyisakan tangis kami yang masih ingin bergelayut mengenalnya memuaskan diri menjadi sekitarnya selamat jalan,bang semoga abang tersenyum disana dan berbahagia di sisi Nya

TAKBIR PENDOSA

Allahuakbar walaailaahailallah huwalillaa ilhamd Diluar sana suara membahana Mengucilkan aku yang lapuk diterasingan Takbir, tahlil, tahmid Menjadi alunan haru Yang mengantar diri dalam sepi Allahuakbar Kekerdilanku begitu angkuh Walaailahailallah Khilafku telah mendustakanmu Walillaailhamd Begitu sempurna diri-Mu, dengan segala keagungan-Mu Ya Rabb, Pantaskah diri ini merayakan kemenangan? Layakkah diri ini kembali pada fitrah? Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku Hanya pada Mu

PANTASKAH DIRI MENEGUK INDAH?

apakah yang terlihat sebagai kebaikan? jika dalam tiap hela nafas hanya terhembus kehinaan kehinaan yang membaju serta kebiadaban di tiap denyut nadi dimanakah akan terlihat kebaikan? bila di setiap kerlipan mata hanya terpampang kebejatan kesalahan-kesalahan tak termaaf serta diri yang telah begitu terpuruk sedapat apa maaf terkirim pada diri yang legam segala keindahan akan kebahagiaan menghantui ketakutan hidup dalam mimpi yang begitu nyata dan mungkin hanya akan berupa semu telah begitu lama diri terjerembap hingga mengajarkan bahwa bahagia ini terlalu nyata untuk abadi bahkan, mungkin terlalu dongeng untuk menjadi kenyataan

MEMBATUKAN NIAT

mengais dan berlari menjejal jarak teriris pada aral agar limbung langkah cukup berperi hinggap di serimbunnya pagi ketika jejak berkisar pergi telah lelah, telah lelap sekelebat menyapa pada harap menangkap, dan kemudian menghunus terjal segala telah siap hembuskan ingin hanya sekejap batukannya tak kunjung beratap

WHISPERER

this heart has return from its journey wildly explored the good and worse learn to understand, demand to be understood as the storm when it should i spread my wish into the cloud knowing this agony needs you as company

MENUJU AKHIR

jalan itu tak kunjung hadir  walau hanya demi mengantarkan aku melambung mu, hingga terpikat kebimbangan dan ketakutan begitu menggerogoti sesakkan hati yang menunggu mu ketakmampuanku mengartikan bahasa mu membuat ku jeda dan bertanya jawaban apa yang kau bawa? hitam mu yang kini jingga, sungguhkan diri menjeritkan rasa kumohon, izinkan aku mengakhiri perjalanan ku biarkan ke membatu dihati mu hingga akhir

WAKTU, LAKON, FAKTA: SEJARAH FIKSI ALA KITA

Perlahan,waktu semakin menjadi pikun. Membelokkan fakta dari nyata. Apalagi dengan kehampaan pelaku waktu. Kemudian, mereka yang tersisih oleh cerita hanya bisa memekik, mereka yang terbuang oleh cerita pun terperangah, bahkan mereka yang tersulap oleh cerita juga menganga. Sedangkan mereka yang bercerita, tentang betapa leganya cerita mereka itu, menari-nari dalam fakta rekayasa. Tak perlu mendulang kebenaran yang terkubur itu. Tak ada legitimasi pada kehakikiannya. Setiap lakon mempersembahkan sejarah lewat kisahnya sendiri. Meleburkan antara imajinasi dan segelintir fakta. Agar memperhalus cerita, kilah mereka. Kemudian segala bukti sejarah itu pun tiba-tiba lahir dan membaui logika. Mempertanyakan mana yang fakta. Bahkan untaian cerita yang terlompat atau terhapus, lupa dipertanyakan. Tatkala lakon berganti, cerita pun berubah. Selaku sinema-sinema picisan penghambur kesemuan. Fakta bergulir tergelincir, hingga ke jurang fiksi. Alur kisah tak lagi hanya berbelok, malah berubah