Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2008

BUNGA YANG TERPETIK

tetes peluh, tetes darah sematkan janji pada langkah tertancap jauh sesalkan cara air mata yang teralir hadirkan mimpi yang kelam janji yang terucap tak mampu tenangkan lara pun ciptakan damai nanti, ketika regam jari tak lagi kosong lihatlah hadir ku bergerombong sunggingkan senyum nyalakan lorong lorong

KISAH BULAN

Seiring detik yang berdetak Menyusun derap lingkaran hari Hingga tercipta bait-bait waktu Bulan merajut sepi Memadu kasih pada mentari Mencoba menerangi malam Walau redup Namun ia masih sendiri Bintang yang angkuh Enggan menemani Waktu terus bergulir Menempa sang takdir Bulan terus hadir Dalam malam-malam temaram Tak mengukur asa yang terukir

AKU (III)

Aku adalah jiwa yang lepas Tak terikat Aku adalah jiwa yang bebas Tak terjajah Tapi hatiku polos Tak dendam pada kebodohan Tapi akalku sehat Tak terinfeksi kasih saying Aku berjiwa besar Sebesar angkuhku yang menggunung Aku berlapang dada Seluas dengki yang kupendam Aku adalah aku Terdiri dari rasa dan jiwa Yang tersusun dari hati dan akal Aku berwujud laksana diriku Bebal pada keriangan Aku adalah aku Dengan sejuta jiwa Aku tak bangga ku Tapi aku tak terkekang!

CERITA LAMA

Ini seperti kisah lalu Yang kembali mengitariku Kisah lama yang penuh air mata Tingkahnya seperti yang dulu Malah, lebih membingungkan Tapi didirinya Terpancar kasih yang ku butuh Namun, bila gundah selalu hadir Dapatkah aku bertahan Tuk memeluk hatinya

NASEHAT

Reguklah sedapatmu, kata sahabatku Saatku kehausan Ambillah sesukamu, kata sahabatku Saat ku berkeinginan Tapi, ketika kuhirup udara Ia menepuk pundakku dan berkata jangan kawan, itu racun dari pekat nafsu dan gelapnya mata lalu ia meninggalkanku meratapi yang terkhilaf 16 Maret 2006

BUNTU

Ketika gemuruh begitu dasyat Memadati hati hingga sesak Ketika kata tak mampu melukisnya Akankah galau itu sirna? 16 Maret 2006

LARUT DALAM DOSA

Dalam sujudku, ku memohon pada-Mu Karena yang ku tahu, Kau lah yang mampu Baik dera maupun suka Dalam luruhku, ku teringat pada-Mu Karena yang ku tahu, hanya Kau tempat mengadu Baik siang maupun malam Namun dalam larutku Ku terlupa keagungan-Mu Terlena dalam tawa Akankah ku terus larut dalam dosa 2008

PERANGKAP HATI

Jerat-jerat Siapakah yang lalai Hingga keterasingan menjadi kebuntuan yang lumrah

IRONI YANG KEMBALI

I. Debar jantung, lenguh napas Menyertai gugupku Dalam kekakuan mendengar suara Hening Beku dalam rasaku Lalu buntu oleh angkuhku Tak mampu menggaris Bahwa masih ada cinta sebesar benci Bahwa masih ada harap tuk kembali II. Mengapa buntu? Bila lajur hidup bukan olehku Masih tersirat rindu Membungkus hati dalam dingin Beku dilidah Tak mampu pecahkan cermin kenyataan 23 Desember 2005

INFLUENZA HATI

Gulir gulir Tegaknya hari begitu meninggi Tak lagi suam, tak lagi bara Tak lagi jeda, apalagi reda Gerak gerak Begitu pilu ratapi dera Keruh perih Tak perlu dikisah Tak ada lagi suka bila berduka Dalam Sakit Layu dalam harap Asa tak sampai

SETELAH ITU

Begitu banyak kisah terkumpul Mewakili tiap rencana di esok Tawa, tangis, haru Menjadi duta ekspresi Begitu banyak wacana tercipta (atau mungkin dicipta) Menjadi rangkaian episode di esok hati lalai Hati lupa Akan memperingati atau diperingati Kejadian silam yang suram 12 Desember 2005

MASIH

Ada jiwa yang tak kunjung bangkit Ketika mentari telah bergegas pulang Ada jiwa yang tak kunjung rebah Ketika bulan telah meninggikan malam Kenapa? Ada derap yang tak kunjung henti Walau telah tiba dikebuntuan Ada diam yang enggan beranjak Walau nadi masih belum beku Lalu, kenapa? Apakah sesuatu harus semestinya Mengapa sesuatu harus seharusnya Padahal segalanya nyata Walau tak semestinya Tak seharusnya 8 September 2005

JEBAKAN

Mengapa mesti bertahan Jika memang hati tak terlibat Mengapa mesti memeluk erat Bila memang ada pengganti Mengapa mesti terjebak Bila hati memang telah beku